A. Dampak
Perang Teluk I
Sebagaimana
setiap perang yang terjadi di seluruh dunia, Perang Teluk I memberikan dampak
yang begitu luas kepada kedua belah pihak. Selain berdampak kepada Iran dan
Irak, Perang Teluk I juga memberi dampak kepada dunia internasional. Berikut
adalah dampak-dampak yang diakibatkan oleh Perang Teluk I baik yang dialami
oleh Iran dan Irak maupun dunia internasional.
a.
Dampak
Sosial-Ekonomi
Perang Teluk I
menelan korban jiwa yang sangat besar dari kedua belah pihak. Jumlah korban
tewas selama perang diperkiran mencapai 750.000 hingga 1.000.000 jiwa. Jumlah
korban tersebut mayoritas berasal dari laki-laki dewasa berusia 18-30 tahun.
Besarnya jumlah korban ini mengakibatkan banyak istri yang kehilangan suaminya
serta anak-anak yang menjadi yatim. Kondisi ini jelas menjadi suatu guncangan
hebat yang dirasakan oleh sebagian penduduk dari kedua negara. Perang Teluk I
telah menimbulkan problem sosial baru di Iran maupun Irak.
Perang Teluk I
juga menghancurkan perekonomian Iran dan Irak. Iran dan Irak melakukan cara
yang sama untuk memperkuat militer mereka dengan cara memobilisasi rakyat sipil
untuk ikut berperang. Mobilisasi rakyat sipil inilah yang membuat banyak pabrik
kehilangan tenaga kerjanya. Selain itu, kehancuran yang ditimbulkan oleh perang
juga mencakup berbagai infrastruktur penunjang perekonomian. Akibatnya,
perekonomian di kedua negara mengalami stagnasi dan bahkan kemunduran.
Secara
finansial, Iran dan Irak juga mengalami kerugian yang sangat besar. Iran
misalnya mengalami penurunan cadangan devisa dari $14.600.000.000 pada tahun
1979 menjadi hanya $1.000.000.000 pada tahun 1981. Selain itu, Iran juga
kehilangan potensi pendapatan lebih dari $50.000.000.000 dari bidang pertanian
dan minyak (Alfianto, 2015:80). Irak juga mengalami kerugian yang amat besar
akibat Perang Teluk I. Irak bahkan menghabiskan biaya lebih dari
$100.000.000.000 untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak akibat perang.
Inflasi juga dialami oleh kedua negara sehingga banyak rakyat yang mengalami
kesulitan dalam memebuhi kebutuhan sehari-hari.
b.
Dampak
Politik
Dampak Perang
Teluk I di Iran dan Irak juga terjadi di bidang politik. Secara umum, perang
mampu meningkatkan rasa patriotik rakyat Iran dan Irak. Hal tersebut setidaknya
dibuktikan dengan keberadaan rakyat sipil yang dimobilisasi untuk ikut perang
dari kedua belah pihak. Perang juga memberikan dampak pada konstelasi elit
politik dalam negeri dari kedua negara. Selama Perang Teluk baik Iran maupun
Irak mengalami gejolak politik di dalam negeri.
Pada awal
Perang Teluk pemimpin spiritual Iran Imam Khomeni dan presiden Ali Khameni
mampu memanfaatkan isu tersebut untuk menyatukan berbagai golongan politik di
Iran. Upaya ini mengalami keberhasilan ketika golongan sejumlah golongan
politik baik sayap kanan maupun sayap kiri mampu dimobilisasi untuk mendukung
perang. Meskipun demikian terdapat golongan lain yang menjadi oposisi utama
pemerintah dari kelompok Mujahidin. Khomeni menganggap jika kelompok Mujahidin
merupakan antek Amerika Serikat yang berusaha menyerang Iran dari dalam.
Sebagai balasan, kelompok Mujahidin membentuk National Council Resistance (NCR) untuk menggulingkan Khomeni .Pada
akhirnya usaha NCR mengalami kegagalan karena popularitas Khomeni yang begitu
luas di kalangan rakyat Iran.
Sementara itu
gejolak politik juga terjadi di Irak. Partai Ba’ath yang merupakan partai
pemerintah menjadikan perang sebagai alasan untuk melakukan konsolidasi
nasional. Perang dijadikan sebagai alasan untuk menciptakan stabilitas politik
nasional yang sesungguhnya hanya dimanfaatkan untuk kepentingan partai Ba’ath.
Strategi partai Ba’ath ini mendapat perlawanan keras terutama dari suku Kurdi
serta Partai Komunis Irak. Meskipun demikian, perlawanan suku Kurdi serta
Partai Komunis Irak tidak mampu menggoyahkan kekuasaan Partai Ba’ath yang tetap
mendapatkan dukungan mayoritas dari rakyat Irak.
c.
Dampak
Terhadap Dunia Internasional
Perang Teluk I
juga menimbulkan dampak bagi dunia Internasional. Sejumlah negara di Timur
Tengah menyatakan dukungan baik kepada Irak maupun kepada Iran. Negara-negara
Arab pada umumnya memilih untuk mendukung Irak. Alasan utama dukungan mereka
terhadap Irak adalah kekhawatiran mereka akan menyebarnya semangat Revolusi
Islam Iran apabila Iran mampu mengalahkan Irak. Satu-satunya negara Arab yang
mendukung Iran adalah Suriah. Alasan utama Suriah mendukung Iran karena
kepentingan bilateral kedua negara begitu dekat terutama dalam bidang ekonomi.
Selain itu, Perang Teluk I juga mengakibatkan hubungan antar negara muslim
dalam OKI sedikit menghangat.
Perang Teluk I
juga memiliki hubungan secara tidak langsung dengan Perang Dingin antara Blok
Barat dan Blok Timur. Pada saat itu Perang Dingin telah mendekati akhir.
Keterkaitan tersebut terutama sekali berhubungan dengan suplai senjata bagi
kedua belah pihak. Irak misalnya, pada paruh pertama perang (1981-1985)
menghabiskan sekitar $24.000.000.000 untuk biaya impor senjata. Mayoritas impor
senjata yang digunakan berasal dari negara-negara blok Barat seperti AS dan
Prancis. Uni Soviet tidak ingin kalah dengan negara-negara blok Barat. Uni
Soviet menyediakan pinjaman sebesar $3.000.000.000 kepada Irak dengan syarat
Irak membatalkan pembelian pesawat Mirage dari Prancis.
Hingga akhir Perang Teluk I, hutang Irak
kepada Uni Soviet mencapai $8.000.0000.000. Selain itu, Perang Teluk I juga
mengganggu distribusi minyak dunia mengingat 40% minyak dunia berada di kawasan
Timur Tengah. Meskipun demikian, dampak tersebut tidak separah bila
dibandingkan dengan krisis minyak dunia awal tahun 1970-an.
Upaya-upaya yang dilakukan dalam menghentikan
Perang Irak-Iran
1.
Setelah
sidang Dewan Keamanan PBB pada tanggal 28 September 1980 di New York telah
meminta kepada kedua belah pihak menghentikan peperangan dan permasalahan kedua
belah pihak diselesaikan di meja perundingan. Mereka meminta Irak mundur dari
tempat-tempat yang diduduki di Iran. Tetapi kedua belah pihak menolak tawaran
tersebut.
2.
Penyelesaian
Perang Irak-Iran, Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan Resolusi No.598 pada
tanggal 20 Juli 1987. Resolusi ini berisi usulan untuk dilakukannya genjatan
senjata antara Irak dan Iran. Namun Irak dan Iran menolak usulan tersebut.
3.
Pada
akhir Juli 1988 Iran menyatakan kesediaanya untuk menerima usul genjatan
senjata dan diberrlakukannya kembali perjanjian Algier seperti yang tercantum
dalam Resolusi DK PBB No.598. Iran mendapat kompensasi dari Irak sebesar 150
juta dolar AS pertahun.
B. BERAkhir
Perang Teluk I
Upaya mengakhiri perang antara Irak dan Iran ini
sejatinya telah berlangsung sejak awal pertempuran. Dewan Keamanan PBB
merupakan pihak yang paling gencar mengupayakan perdamaian untuk kedua belah
pihak. Pada tanggal 28 September 1980, dikeluarkanlah Resolusi Dewan Keamanan
PBB nomor 479. Resolusi tersebut menghendaki kedua belah oihak untuk
menghentikan perang dan menyelesaikan permasalahan di meja perundingan. Meskipun demikian, Iran menolak resolusi
tersebut karena Irak enggan menarik pasukannya dari wilayah Iran. Beberapa
resolusi kemudian dikeluarkan antara tahun 1982-1983, namun seluruh resolusi
tersebut ditolak oleh Iran dengan alasan yang sama.
Dewan Keamanan PBB tidak berhenti dalam upaya mengakhiri
Perang Teluk I. Perang Teluk I bagaimanapun memberikan kerugian yang besar
terutama kepada penduduk sipil. Sejumlah serangan militer yang ditujukan ke
berbagai kota membuat banyak rakyat sipil mengalami luka-luka maupun tewas
terbunuh. Selain itu isu digunakannya senjata kimia oleh Irak membuat Dewan
Keamanan PBB mengupayakan penyelesaian perang. Dewan Keamanan PBB terus
berupaya membujuk kedua belah pihak untuk menghentikan pertempuran. Pada
tanggal 24 Februari 1986, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi nomor 582
yang berisi tentang perintah gencatan senjata serta penarikan pasukan dari
kedua belah pihak. Iran sekali lagi menolak resolusi tersebut dengan alasan
bahwa Irak telah melakukan agresi terhadap wilayah mereka sehingga upaya
perdamaian sekali lagi gagal menemui titik temu.
Penolakan Iran untuk menerima resolusi PBB akhirnya
membuat Amerika Serikat turun tangan untuk menyelesaikan konflik. AS melakukan
cara yang bisa dibilang licik untuk memaksa Iran menerima resolusi Dewan
Keamanan PBB. Pada tanggal 3 Juli 1988 kapal Amerika Serikat USS Vincennes
menembak jatuh pesawat sipil Iran yang sedang dalam perjalanan menuju Dubai,
Uni Emirat Arab. Peristiwa tersebut menewaskan 290 orang. Presiden Ali Khameni
akhirnya dengan terpaksa menerima resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 589 yang
berisi tentang perintah gencatan senjata. Saddam Husein kemudian juga menerima
resolusi tersebut. Kedua belah pihak akhirnya menyetujui untuk menghentikan
pertempuran dan mulai membuka negosiasi damai untuk mengakhiri perang secara
keseluruhan.
Dewan Keamanan PBB akhirnya mengeluarkan resolusi nomor
619 untuk mempercepat proses perdamaian kedua belah pihak. Resolusi tersebut
berisi tentang pembentukan United Nations
Iran-Iraq Military Observer Group (UNIIMOG). Pembentukan UNIIMOG ini
bertujuan untuk mengawasi pelaksanaan gencatan senjata yang dilakukan kedua
belah pihak. PBB kemudian menyatakan bahwa kedua belah pihak akan segera
bertemu untuk mengakhiri perang. Secara prinsipil kedua belah pihak telah
melakukan kesepakatan damai pada bulan Agustus 1988. Kesepakatan damai tersebut
dapat tercapai setelah kedua belah pihak setuju untuk melakukan pertukaran
tawanan perang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar